Beranda | Artikel
Talak Sunnah dan Bidah
Senin, 18 Desember 2023

TALAK SUNNAH DAN BID’AH

Talak Sunnah: Yaitu seorang suami menceraikan isteri yang telah disetubuhinya dengan satu talak, dalam keadaan suci (bukan haidh) yang tidak disetubuhi pada waktu suci tersebut. Suami tersebut berhak untuk rujuk kembali selama dia masih dalam iddahnya yang berjangka tiga quru’ (tiga kali haidh).

Apabila iddahnya telah berlalu dan dia tidak merujuknya, berarti mereka telah resmi bercerai, wanita tersebut tidak halal baginya kecuali dengan akad dan mahar baru, sedangkan jika dia merujuknya dalam waktu iddah, berarti dia masih tetap sebagai isterinya.

Apabila dia menjatuhkan talak dua, maka hukum yang ada sama seperti talak pertama, yang mana kalau dia merujuknya dalam iddah, berarti wanita tersebut masih tetap sebagai isterinya, sedangkan jika tidak merujuknya sampai iddahnya selesai, maka dia tidak lagi halal baginya kecuali dengan akad dan mahar baru.

Kemudian jika dia menjatuhkan talak ketiga, maka dia menjadi bebas darinya, wanita tersebut tidak halal baginya sampai dinikahi pleh laki-laki lain dengan nikah yang benar. Talak dengan sifat dan urutan seperti diatas dinamakan talak sunni dari segi jumlah dan sunni dari segi waktu.

Diantara talak sunni: Seorang suami menceraikan isterinya setelah ada kejelasan tentang kehamilannya, dengan hanya menjatuhkan satu talak. Apabila isterinya termasuk yang tidak haidh lagi, seperti manupouse, maka suami bisa menceraikannya kapan saja.

Allah berfirman:

 قال الله تعالى: {الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ} [البقرة: ٢٢٩] 

Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh dirujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik .. ” [Al-Baqarah/2: 229]

Kemudian dilanjutkan:

قال الله تعالى: {فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّى تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يَتَرَاجَعَا إِنْ ظَنَّا أَنْ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ } [البقرة/ 230]

Kemudian jika sisuami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kamu yang (mau) mengetahui” [Al-Baqarah/2: 230].

Apabila perceraian telah sempurna dan telah berpisah keduanya, disunnahkan bagi suami untuk memberinya sesuatu sesuai dengan keadaan finansialnya, sebagai penghibur ketakutan wanita tersebut dan juga untuk memenuhi sebagian dari haknya, sebagaimana firman Allah:

قال سبحانه: {وَلِلْمُطَلَّقَاتِ مَتَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ }… [البقرة/241]

“Kepada wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan oleh suaminya) mut’ah (pemberian) menurut yang ma’ruf, sebagai suatu kewajiban bagi orang-orang yang takwa” [Al-Baqarah/2: 241]

Talak Bid’ah: Yaitu talak yang menyelisihi syari’at, dia terbagi menjadi dua:
1. Bid’ah dalam waktu : Seperti ketika menceraikannya dalam keadaan haidh, nifas atau dalam keadaan suci yang telah disetubuhinya namun belum ada kejelasan hamil ataupun tidaknya. Talak seperti ini haram namun tetap jatuh, akan tetapi pelakunya berdosa, dia harus merujuknya kembali jika itu bukan talak tiga.

Apabila suami itu merujuk kembali wanita yang dalam keadaan haidh atau nifas, hendaklah dia menahannya sampai suci, kemudian haidh, kemudian suci, lalu setelah itu jika mau dia boleh menceraikannya. Bagi dia yang menceraikan dalam keadan wanita tersebut suci namun disetubuhi padanya, hendaklah dia menahannya sampai haidh kemudian suci, lalu setelah itu dia boleh menceraikannya.

عن ابن عمر رضي الله عنهما أنه طلق امرأته وهي حائض، فذكر ذلك عمر للنبي- صلى الله عليه وسلم- فقال: «مُرْهُ فَلْيُرَاجِعْهَا، ثُمَّ لْيُطَلِّقْهَا طَاهِراً أَوْ حَامِلاً». متفق عليه

Bahwasanya Ibnu Umar Radhiyallahu anhu menceraikan isterinya yang masih dalam keadaan haidh, pergilah Umar memberitahu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hal tersebut, maka beliaupun bersabda: “Perintahkan dia untuk merujuknya, kemudian menceraikannya dalam keadaan wanita tersebut suci atau hamil” H.R Muslim[1]

عن ابن عمر رضي الله عنهما أنه طلق امرأته وهي حائض، فسأل عمر عن ذلك رسول الله- صلى الله عليه وسلم- فقال: «مُرْهُ فَلْيُرَاجِعْهَا حَتَّى تَطْهُرَ، ثُمَّ تَحِيْضَ حَيْضَةً أُخْرَى، ثُمَّ تَطْهُرَ ثُمَّ يُطَلِّقُ بَعْدُ أَوْ يُمْسِكُ». متفق عليه

Dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhu bahwa dia menceraikan isterinya dalam keadaan haidh, bertanyalah Umar kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentangnya, beliau menjawab: “Perintahkan dia untuk merujuknya sampai wanita tersebut suci, kemudian haidh lagi yang berikutnya, kemudian suci kembali, kemudian setelah itu ceraikanlah atau hendaklah dia menahannya” Muttafaq Alaihi[2].

2. Bid’ah dalam jumlah: Seperti dengan menjatuhkan talak tiga dalam satu kalimat, atau menceraikannya tiga kali berurutan dalam satu majlis, seperti perkataan: kamu cerai, kamu cerai, kamu cerai.

Talak seperti ini haram, namun tetap jatuh, pelakunya berdosa. Talak tiga dengan satu kalimat atau beberapa kalimat berurutan dalam keadaan satu suci tidak jatuh kecuali hanya satu talak dibarengi dengan dosa.

[Disalin dari مختصر الفقه الإسلامي   (Ringkasan Fiqih Islam Bab :  Nikah dan Permasalahan Terkait كتاب النكاح وتوابعه). Penulis Syaikh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijri  Penerjemah Team Indonesia islamhouse.com : Eko Haryanto Abu Ziyad dan Mohammad Latif Lc. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2012 – 1433]
______
Footnote
[1] Riwayat Muslim no (1471).
[2] Muttafaq Alaihi, riwayat Bukhori no (5251) dan riwayat Muslim no (1471), lafadz ini darinya.


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/95018-talak-sunnah-dan-bidah.html